Ukhuwah Islamiyah
الحمد لله الذي غمر صفوة عباده بلطائف
التخصيص طولاً وامتناناً. وألف بين قلوبهم فأصبحوا بنعمته إخواناً. ونزع الغل من
صدورهم فظلوا في الدنيا أصدقاء وأخداناً. وفي الآخرة رفقاء وخلاناً. والصلاة
والسلام على محمد المصطفى وعلى آله وأصحابه الذين اتبعوه واقتدوا به قولاً وفعلاً
وعدلاً وإحساناً
Pengertian Ukhuwwah al-Islamiyah.
Dalam
kamus bahasa arab Ukhuwwah (الأُخُوَّة ) berarti persaudaraan[1].
Jika kita sebut Ukhuwwah al-Islamiyyah ini berarti Ukhuwwah yang terjalin antar
muslim karena ke-islaman-nya, bukan karena faktor lain. Allah Swt. berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya: Orang-orang
beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan)
antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat
rahmat. (al-Hujarat, 10)
Dalam
tafsir al-Jalalain, kata “Ikhwah” ini ditafsirkan “Ikhwah fi ad-Din”
yaitu bersaudara karena agama. Dalam Tafsir al-Khazin dijelaskan bahwa Iman
dapat mengikat hubungan seseorang seperti terikatnya hubungan karena faktor
keturunan, dan “Islam” laksana seorang ayah karena ia dapat mengikat hubugan
antar pemeluknya seperti seorang ayah mengikat hubungan antar anak-anaknya.[2]
Imam al-Manawi dalam
menafsirkan ayat diatas berkata:
(المسلمون
إخوة) أي جمعتهم الأخوة الإسلامية بالحضرة المحمدية لاتحاد المرافقة في ورود
المشرب الإيماني والمدد الإحساني وكل اتفاق بين شيئين أو أشياء يطلق عليه اسم
الأخوة
Artinya: (Orang
muslim itu bersaudara) yaitu mereka disatukan oleh Ukhuwwah islamiyah karena
kehadiran ajaran Nabi Muhammad, karena mereka telah memiliki kepentingan sama
dalam meneguk iman, dan saling berbuat baik. Setiap ada kerukunan antar dua
perkara atau banyak itulah yang disebut “ukhuwwah”.[3]
Firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 103 :
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ
اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ
كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا
وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ
اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Dan
berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu
(masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu
menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu
telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat
petunjuk.( QS. Al Imron:103 )
Banyak
hadits Rasulullah yang menganjurkan kepada umat muslim untuk menjalin ukhwah
antara lain:
مثل الأخوين إذا التقيا مثل اليدين تغسل إحداهما الأخرى وما
التقى مؤمنان قط إلا أفاد الله أحدهما من صاحبه خيراً (رواه
الديلمي)
“Perumpamaan dua orang yang bersaudara
bila bertemu adalah dua tangan yang saling membasuh yang lain, dan tidak pernah
bertemu dua orang mukmin kecuali Allah berikan kebaikan bagi salah satunya dari
sahabatnya” (H.R.
ad-Dailamy)
من آخا أخاً في الله رفعه الله درجة في الجنة لا ينالها بشيء
من عمله (اخرجه ابن ابي الدنيا و الديلمي)
“barang siapa menjalin hubungan
persaudaraan di jalan Allah akan Allah tinggikan derajatnya dalam surga yang
tak dapat dicapai dengan sesuatu dari amalnya” (H.R. Ibnu Abi Dunya dan ad-Dailamy)
Ukhwah yang mendapat pujian dari Allah dan
Rasulullah-Nya adalah ukhwah islamiyah fillah yaitu persaudaraan sesama
kaum muslim yang bertujuan mencari ridha Allah, bukan persaudaraan yang didasari
oleh tujuan mencari dunia seperti harta, pangkat, kedudukan dll.
Pentingnya Ukhwah Islamiyah
Tak ada pihak yang tidak menyadari
pentingnya ukhwah islamiyah. Apalagi pada era ini, kaum muslimin bagaikan buih
di lautan sehingga tidak memiliki kekuatan dan menjadi permainan bagi kaum
kafir. Namun hal yang sangat sulit adalah membentuk ukhwah itu sendiri. Butuh
upaya keras dan akhlak yang mulia untuk mampu mewujudkan ukhwah.
Keberhasilah dakwah Rasulullah tidak
terlepas dari upaya Rasulullah membentuk ukhwah yang erat diantara sesama kaum
muslim saat itu. Sebagaimana telah tersebut dalam kitab-kitab tarikh dan
kitab-kitab hadits bahwa setelah kurang lebih lima bulan lamanya Nabi Muhammad
saw berdiam di kota Madinah, maka Rasulullah mempersaudarakan antara kaum
Muhajirin dan Anshar bahkan mereka berhak menerima warisan dari saudara
tersebut, ini berlaku sampai turunnya ayat yang menasakh hal ini.[4]
Sebelum datangnya Islam, Penduduk Jazirah Arabia pada umumnya, lebih banyak membentuk ikatan antar
mereka dari sisi silsilah keturunan. Semakin dekat garis keturunan antara
mereka, maka semakin kuat tali persekutuan. Izzah tertinggi (kemulian)
bagi masyarakat ini adalah pengabdian kepada suku. Kepentingan seseorang adalah
mewakili kepentingan suku. Pengabdian anggota suku adalah untuk suku
masing-masing. Lantaran fanatisme kesukuan yang sangat tinggi, tiap orang
berbangga atas kesukuannya, dan ketika tak ada kepentingan kecuali atas nama
kepentingan suku, maka peperangan, kebencian dan permusuhan terjadi selama
bertahun-tahun. Di Madinah kala itu berdiam
dua suku Arab yang telah lama saling berperang Auz dan Khazraj. Akibat
permusuhan yang berlangsung lama, kondisi dua suku Arab tersebut makin lama semakin
buram, memburuk, memprihatinkan dan porak-poranda.
Ketika peperangan yang berlangsung menahun dengan tak
ada salah satu pihak yang mengalah dikarenakan gengsi dan keangkuhan. Kelahiran
Islam di kota Mekkah, tetangganya, memunculkan harapan baru. Nabi saw,
akhirnya, diundang oleh beberapa orang yang sudah muak dengan peperangan dan
kebencian tak berujung dari kedua suku tersebut untuk menjadi penengah. Nabi
menyambut baik ajakan tersebut, dan akhirnya berangkat menuju Yatsrib yang
selanjutnya diubah nama oleh Nabi menjadi Madinah al-Nabi. Dikenal masa-masa
berikutnya dengan sebutan Madinah, atau Madinah al-Munawwarah. Awal
perubahan inilah yang kita kenal dengan Hijrah Nabi, sebagai titik penting
sejarah Islam dan kemanusian sekaligus, yang diabadikan sebagai awal
penanggalan hijriyah dalam Islam. Hal pertama yang dikerjakan Nabi saat
menjejakkan kaki di bumi Madinah adalah mempersatukan dua suku Arab yang saling
bertempur. Nabi tak banyak mengalami kesulitan dalam mengupayakan hal paling
mendasar dalam sebuah masyarakat, karena Nabi dari pihak ibu adalah berasal
dari suku tersebut. Perdamaian kedua suku ini merupakan pilar pertama dari
ajaran Islam, yaitu ukhuwah (persaudaraan). Barangsiapa yang mengaku beragama
Islam, dia adalah akh (saudara) bagi seorang Muslim lainnya. Dan, Nabi saw
berhasil menyatukan dua suku yang saling bermusuhan selama beberapa masa dalam
satu payung Islam. Tak ada kedudukan lebih tingi, dan tak ada pula yang lebih
rendah, semua sama, kecuali nilai taqwa. Tak ada persaudaraan yang abadi
kecuali dikarenakan keimanan yang sama.
Bahkan pada waktu yang sama, Nabi memperkenalkan
kepada mereka saudara baru yang berasal dari kota lain, Muhajiriin, orang-orang
yang berhijrah bersama Nabi dari Mekkah. Identitas kesukuan tidak lagi ditonjolkan
dan dijadikan kebanggaan, kecuali bahwa mereka penduduk asli Madinah adalah Anshar,
para penolong, dan orang-orang pendatang sebagai Muhajiriin.
Hak-hak dan kewajiban dalam ukhwah
Imam Ghazali menggambarkan hubungan ukhwah
islamiyah bagaikan hubungan pernikahan, sebagaimana dalam pertalian nikah ada
hak dan kewajiban yang harus dipenuhi suami istri, demikan juga dalam hubungan
persaudaraan sesama muslim ada beberapa hak dan kewajiban yang harus dipenuhi
sebagai wujud dari ukhwah baik hal yang berkenaan dengan harta, jiwa, lisan,
dan hati. [5]
- Hak atas harta
Hak saudara kita ini dapat dipenuhi dengan
membantu dan menolong saudaranya dengan harta yang dimilikinya. Imam Gahzali
membagi tingkatan membantu dengan harta kepada tiga kelas: yang paling
rendah adalah menanggung kebutuhan saudaramu bagaikan pembantu kamu
sehingga kamu akan memenuhi kebutuhannya dari kelebihan harta yang kau miliki. Kedua
adalah memposisikan saudaramu dalam posisi dirimu sendiri sehingga kamu rela
membagi sebagian hartamu untuknya. Dan yang tertinggi adalah mendahulukan
kebutuhan saudaramu, demi berkorban untuknya, ini adalah tingkatan para shiddiqin.
Sifat inilah yang digambarkan oleh Ibnu
Umar Ra tentang sifat shahabat Rasulullah saw ahli shuffah. Ketika salah
seorang mereka mendapat hadiah kepala kambing, shahabat tersebut berkata “saudaraku
lebih berhajat dariku” maka dikirimkannya kepala kambing tersebut kepada
shahabat yang lain. Namun shahabat tersebut rupanya juga berpandangan sama,
sehingga daging kambing tersebut dishadaqahkan kepada shahabat yang lain. Demikianlah seterusnya
sehingga akhirnya daging kambing tersebut jatuh ke tangan shahabat yang pertama. Sifat shahabat
Rasulullah tersebut Allah puji dalam Alquran surat Al Hasyr ayat 9:
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا
الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا
يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى
أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ
فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan
orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor)
sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang
berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan
dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin);
dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri,
sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran
dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung”.
- Hak atas tenaga
Ini dapat diwujudkan dengan memberikan
bantuan berupa tenaga secara langsung. Memberikan bantuan tenaga juga terdiri
dari beberapa tingkatan, yang paling rendah adalah bersedia membantu dengan
senang hati ketika diminta sedangkan ia mampu memberikan pertolongan.
- Hak atas lidah
Hak-hak persaudaraan atas lidah kita
adalah:
1.
Dengan cara diam serta tidak membuka
kekurangan dan keaiban saudara kepada orang lain, baik dihapannya ataupun
dibelakangnya serta berusaha menutupinya.
2.
Dengan mengeluarkan kata-kata yang baik,
memanggilnya dengan panggilan yang baik dll.
- Memaafkan kesalahan
Setiap manusia tidak bisa lepas dari kesalahan
dan tergelincir dalam pergaulannya. Maka untuk menjaga ukhwah sangat dituntut
sifat mau memaafkan sesalahan saudara kita.
- Mendoakan semasa hidup dan sesudah meninggal
Doa kepada saudara sangat dianjurkan
sehingga tidak membedakan dengan berdoa untuk dirinya sendiri. Doa terhadap
saudara merupakan doa yang mustajabah. Dalam satu hadits Rasulullah bersabda:
يستجاب للرجل في أخيه ما
لا يستجاب له في نفسه
“Allah mengabulkan
doa seseorangbagi suadaranya walaupun tidak dikabulkan untuk dirinya”.[6]
- Konsisten dan ikhlash
Persaudaraan karena karena akhirat tidak akan berobah walaupun statusnya telah
berobah. Hal ini akan terlihat sebaliknya bila persaudaraan tersebut karena
mengharap dunia. Banyak contoh dalam kehidupan sehari-hari yang kita temukan,
persaudaraan yang putus ketika saudaranya telah jatuh miskin ataupun karena ia
telah menjadi kaya sehingga mereka tak butuh kepada saudaranya.
- Berusaha memperingan dan tidak memberatkan.
Seseorang yang benar-benar mencintai
saudaranya tidak akan melakukan hal-hal yang memberatkan saudaranya bahkan sebaliknya ia
berusaha untuk memperingan beban saudara.
Silatur rahmi
Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk membentuk
ukhwah dalam kalangan yang lebih khusus yaitu kalangan kerabat adalah dengan
selalu menjaga hubungan silatur rahmi. Imam Nawawi ra mengatakan; silatur
rahmi adalah berbuat baik baik kepada kerabat menurut keadaan keduanya (washil
dan maushul), maka kadangkala dapat diwujudkan dengan harta,
membantu, mengunjungi atapun mengucap salam dan hal-hal yang
lain.[7]
Demi menjalin silatur rahmi, pandangan fiqh memberi
zakat kepada kerabat lebih utama,[8]
dan dibolehkan menunda membayar zakat dengan alasan menunggu kedatangan
kerabat.[9]
Selain dapat membentuk ukhwah yang kuat, silatur rahmi
memiliki kelebihan yang lain yang besar disisi Allah sebagaimana Rasulullah
sampaikan dalam beberapa hadits, diantaranya:
1. Orang yang memelihara silatur rahmi maka Allah akan
penuhi hak-hak hamba tersebut sebagaimana dalam Hadist Qudsy riwayat Abu
Hurairah:
عن أبي هريرة قال
الله تعالى أنا الرحمن خلقت الرحم وشققت لها اسماً من اسمي فمن
وصلها وصلته ومن قطعها قطعته ومن بتها بتته
"Dari Abu Hurairah ra, Allah ta`ala berfirman: Aku adalah Ar
Rahman. Aku menciptakan rahim dan Aku mengambilnya dari nama-Ku. Siapa yang
menyambungnya, niscaya Aku akan menjaga haknya. Dan siapa yang memutusnya,
niscaya Aku akan memutus dirinya."(H.R Imam Ahmad no.1681)
2. Silatur rahmi adalah bagian dari
tanda-tanda keimanan, sebagaimana dalam satu hadist Rasulullah bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاَللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاَللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاَللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ
خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barangsiapa yang beriman dengan Allah dan hari akhirat maka hendaklah
ia memuliakan tamu, dan barangsiapa yang beriman dengan Allah dan hari akhirat
maka hendaklah ia menyambung silatur rahmi dan barangsiapa yang beriman dengan
Allah dan hari akhirat maka hendaklah ia berkata kebaikan ataupun
diam”.(H.R.Imam Bukhari dan Muslim)
3. Silatur rahmi memperpanjang umur dan
melapangkan rizki sebagaimana sabda Rasulullah saw dalam hadist riwayat :
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَ
يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barang
siapa yang mencintai supaya dilapangkan baginya rizki dan ditunda baginya
kematiannya maka hendaklah ia menyambung silatu rahmi”.(H.R.Bukhary no. 1961 dan Muslim no. 2557)
Diberikan kelapangan dalam rizki dan dipanjangkan umur
tidaklah menentang dengan hadist-hadist lain dan ayat-ayat al-quran yang
menyatakan bahwa Allah telah menentukan rizki dan ajal manusia, karena makna
dipanjangkan umur dan diluaskan rizki adalah bertambah barakah pada umur dan
hartanya sehingga dalam umur yang singkat dan harta yang sedikit ia akan dapat
beramal dengan amal yang banyak yang biasanya hanya dapat dicapai dalam jangka
umur yang panjang dan harta yang banyak, ataupun penambahan tersebut hanya pada
Lauh Mahfudh yang terlihat bagi para malaikat, sedangkan ayat-ayat dan
hadist yang menerangkan bahwa umur manusia tidak akan bertambah dan berkurang
sedikitpun dimaksudkan kepada apa yang ada dalam ilmu Allah yang qadim.[10]
- Orang yang menjalin silatur rahmi akan Allah
pelihara dari kematian dalam keadaan hina seperti mati dalam keadaan
maksiat, sabda Rasulullah:
من سره أن يمد الله له فى عمره ويوسع
له فى رزقه ويدفع عنه ميتة السوء فليتق الله وليصل رحمه
“Barangsiapa yang senang Allah panjangkan baginya umurnya dan diluaskan
baginya rizkinya dan ditolak baginya kematian dalam keburukan maka hendaklah ia
bertaqwa kepada Allah dan menyambung silatur rahmi”.(H.R.Imam Ahmad)
Selain itu memutuskan silaturrahmi
merupakan dosa besar,[11]
banyak hadist dan ayat yang mengamcam orang-orang yang memutuskan silatur
rahmi, seperti firman Allah dalam surat Muhammad ayat 22-23:
فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ تَوَلَّيْتُمْ أَنْ
تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ أُولَئِكَ الَّذِينَ
لَعَنَهُمُ اللَّهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَارَهُمْ
Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan
membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka
Itulah orang-orang yang dila'nati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan
dibutakan-Nya penglihatan mereka.
Dalam hadits shaheh Rasulullah bersabda :
لا يدخل
الجنة قاطع
“tidak
akan masuk surga orang-orang yang memutuskan (silatur rahmi)”
Dal masih banyak ayat-ayat al-quran dan hadist
yang lain yang menerangkan murka Allah atas orang-orang yang memutuskan silatur
rahmi.
Semoga persatuan antar kaum muslimin di Indonesia khususnya dan di dunia pada umumnya dapat
terjalin sangat kuat sehingga masyarakat islam dapat kembali berjaya seperti
pada masa ke-emasan-nya dahulu. Persatuan ini tentunya akan terjalin apabila
kita mau menjunjung tinggi hak-hak ukhuwwah dan selalu menjalin silatur rahmi sebagaimana yang telah kami jelaskan diatas. Akhirnya
marilah kita merenungkan kata Rasulullah Saw. Yang diriwayatkan oleh an-Nu’man
bin Basyir:
الجماعة رحمة والفرقة عذاب
Berjama’ah ialah rahmat, bercerai berarti
azab.
والله اعلم بالصواب
Samalanga,
25 Syawal 1433 H/12-09-2012 M.
Referensi:
1.
Imam Ghazaly ,Ihya `Ulumuddin Cet. Dar
Fikr
2.
Az-Zabidy, Ittihaf Sadatil Muttaqin bi Syarh
Ihya `Ulumuddin Cet. Dar Fikr
3.
Ibnu
Hajar Al Asqalany, Fathul Bary jilid Cet. Dar Ma`rifah
4.
Tafsir
al-Khazin, al-Maktabah asy-Syamilah.
5.
Al-Manawy, Faizhu
al-Qadir, al-Maktabah asy-Syamilah
6.
Imam Ibnu
Hajar al-Haitamy, az-Zawajir `an iqtirafi al-Kabair Cet. Dar Kutub
Ilmiyah
7.
Sayyid Bakri Syatha, Hasyiah I`anatuth
thalibin Cet. Haramain
8.
Syeikh
Ibrahim bin Mar`a, Syarah Syabarkhaity Cet. Haramain
[1] Kamus Bahasa arab digital v30.
[2] Tafsir al-Khazin, al-Maktabah asy-Syamilah.
[3] Faizhu al-Qadir, al-Maktabah asy-Syamilah
[4] Ibnu Hajar Al Asqalany, Fathul Bary jilid 7 hal 271 Cet. Dar Ma`rifah
[5] Ittihaf Sadatil Muttaqin bi Syarh Ihya `Ulumuddin jilid 7 hal 76 Cet.
Dar Kutub Ilmiyah
[6] Hadits ini disebutkan oleh Imam Ghazaly dalam kitab Ihya `Ulumuddin
[11] Imam Ibnu Hajar
al-Haitamy, az-Zawajir `an iqtirafi al-Kabair jilid 2 hal 104 Cet. Dar
Kutub Ilmiyah
No comments:
Post a Comment