Translate

Saturday, June 2, 2018

Thursday, May 31, 2018

TGK ZULKARNAIN


PIDATO PORSENI


PANDANGAN MAZHAB SYAFI’I TENTANG PAKAIAN WANITA


PANDANGAN MAZHAB SYAFI’I TENTANG PAKAIAN WANITA

A.    Sekilas Tentang Mazhab Syafi’i
Pendiri mazhab Syafi’i adalah Muhammad bin Idris asy-Syafi’i (150 – 204). Beliau adalah al-Imam Abu Abdullah, Muhammad bin Idris al Qurays al-Hasyimi al Muttaliby bin Abbas bi Usman bin Syafi’. Nasab beliau bertemu dengan Rasulullah SAW. pada kakeknya yang bernama Abdul Manaf. Imam Syafi’i dilahirkan di Gaza Palestina pada tahun 150 H bersamaan dengan tahun meninggalnya Abu Hanifah dan wafat pada tahun 204 H di Mesir.
Setelah ayah beliau meninggal, ketika beliau telah berumur 2 tahun. Ibunya membawa beliau ke Mekkah tempat tinggil nenek moyangnya. Kemudian beliau tumbuh dan berkembang dalam keadaan yatim kemudian beliau menghafalkan Al-Qur’an sejak kecil. Selanjutnya beliau meninggalkan Kota Mekkah menuju Huzail yang terkenal sebagai orang Arab yang paling fasih, menghafal semua syairnya, dan cemerlang dalam berbahasa Arab dan sastranya. Al Asma’I berkata: saya mengoreksi syair-syair Huzail atas bimbingan pemuda Quraisy yang bernama Muhammad bin Idris, karena kecemerlangan beliau. Imam Syafi’i menjadi seorang guru besar dan pakar Bahasa Arab.
Imam Syafi’i belajar pada Imam Muslim bin Khalid az-Zarji, mufti Mekkah sampai beliau diizinkan berfatwa ketika berumur lima belas tahun. (setelah itu) Beliau melakukan perjalanan ke Madinah belajar pada Imam Malik bin Anas (termasuk) belajar kitab al Muwatta’. Hanya sembilan hari, beliau telah mampu menghafal seluruh isi kitab tersebut. Imam Syafi’i juga meriwayatkan hadist dari Sofyan bin Uyainah, Fadhil bin ‘Iyadl, dan paman beliau Muhammad bin Syafi’i dan yang lainnya.
Selanjutnya beliau melanjutkan perjalanan ke Yaman bekerja sebentar kemudian ke Baghdad 182 H dan tahun 195 H. beliau belajar kepada Muhammad bin Al Hasan, sekretaris para fuqaha’ Iraq. Banyak pandangan-pandangan yang melahirkan ide besar bersama beliau.
Imam Ahmad bin Hambal bertemu beliau di Mekkah tahun 187 H dan di Baghdad 195 H. Imam Ahmad belajar Fiqh, Ushul Fiqh dan perihal Nashk Mansukh. Di Baghdad beliau menyusun kitab Qaul Qadim. Setelah itu beliau melakukan perjalanan ke Mesir pada tahun 200 H, dimana beliau menyusun Mazhabnya yang baru. Beliau meninggal sebagai syahid pada akhir bulan Rajab, hari Jum’at tahun 204 H dan dimakamkan di Kufah setelah Ashr.
Ar Risalah merupakan karya terbesar, sebagai kitab Ushul Fiqh pertama dan Al Umm adalah kitab Fiqh beliau yang baru.
Beliau adalah seorang mujtahid mustaqil mutlak, Imam guru besar dalam bidang fiqh, hadits dan ushul fiqh. Imam Syafi’i menyatukan fiqh penduduk Hijaz dan Iraq. Imam Ahmad berkomentar orang yang faqih dalam bidang-bidang Al-Qur’an dan Sunnah. Ahmad juga berkata: tidak ada seorangpun yang lebih ‘alim dari Syafi’i yang dikaruniai kebijakan (ke’aliman). Dalam kitab Miftah As Sa’adah, Thasi Thabari menambahkan bahwa semua ulama sepakat dan setuju pada sifat amanah, keadilan, kezuhudan, wara’, taqwa, kemuliaan dan riwayat, kehidupannya yang bersih.
Adapun dasar atau sumber mahzabnya adalah Al-Qur’an, As Sunnah, Ijma’ kemudian Qiyas. Beliau tidak memakai aqwal ash-shahabah dalam hal ini karena perkataan sahabat adalah masalah ijtihadiyah yang memungkinkan adanya kesalahan dan meninggalkan istihsan yang dijadikan salah satu sumber oleh golongan Hanafi dan Maliki, karena menurut beliau barang siapa yang beristihsan maka telah membuat syara’ (baru). Di samping itu beliau menolak maslahah mursalah berhujjah dengan amalan penduduk Madinah. Penduduk Baghdad menyebut beliau sebagai الناصر سنة (penolong As Sunnah).
Kitab qadimnya “al hujjah” diriwayatkan oleh empat orang sahabatnya dari Iraq. Mereka adalah Imam Ahmad bin Hambal, Abu Tsaur, Az-za ‘farony, al Karobisy dan Az-Za’farony meriwayatkan dari mereka semua.
Mazhab jadidnya dalam kitab Al Umm diriwayatkan oleh : empat orang sahabatnya di Mesir yaitu : Al Muzny, Al Buwaity, Ar Rabi’ al jaizy dna Ar Rabi’ bin Sulaiman al Murady, yang di samping meriwayatkan Al Umm juga yang lainnya. Fatwa beliau berdasar pada pendapat baru (qaul jadid) dan mengoreksi qaul qadimnya. Imam Syafi’i berpendapat : Jika hadits yang dijadikan hujjah dalam masalah Fiqh itu shahih, maka itu merupakan mazhab beliau.
Pengikut beliau dan murid-muridnya banyak terdapat di Hijaz, Iraq, Mesir dan negara-negara Islam lainnya. Sebagian dari mereka mengikuti pendapat beliau yang baru (qaul jadid). Mereka itu adalah ulama Mesir antara lain sebagai berikut:
1.                  Yusuf bin Yahya al Buwaithy, atau Abu Ya’qub (wafat 231 H). beliau dipenjara di Baghdad karena perbedaan pendapat mengenai Al-Qur’an sebagai makhluk dengan khalifah Al Ma’mun. dalam majlis (kelompoknya), beliau menggantikan Imam Syafi’i, beliau juga mempunyai kitab Mukhtashar yang terkenal dari pendapat-pendapat Imam Syafi’i.
2.                  Abu Ibrhaim, Ismail bin Yahya al Muzny (wafat 264 H). Imam Syafi’i berkata : al mujny adalah penolong mazhabku. Beliau menulis banyak kitab dalam mazhab Syafi’i diantaranya : Mukhtasar Kabir yang  dinamai
            Dan juga Mukhtasar as Sagir. Banyak ulama Khurasan, Iraq dna Syam berpijak kepada pendapat beliau. Beliau (al Muzny) adalah seorang yang ‘alim dan mujtahid.
3.                  Ar Rabi’ bin Sulaiman bin Abdul Jabbar al Munady, Abu Muhammad. Beliau seorang mu’azhin di Masjid Jami’ Amr bin Ash (Masjid Jami’ Fusthath). Wafat 270 H. Beliau hidup bersama Imam Syafi’i dalam waktu yang lama sehingga menjadi seorang periwayat kitab-kitab Imam Syafi’i. Dari beliaulah kitab Ar Risalah, al Umm dan kitab-kitab induk lainnya sampai kepada kita. Riwayat beliau telah dipaparkan dalam riwayat Al Mujny.
4.                  Harmalah bin Yahya Harmalah (wafat 266 H). beliau meriwayatkan kitab-kitab Imam Syafi’i yang belum diriwayatkan Ar Rabi’ seperti kitab Asy-Syuruth (3 Juz), kitab as Sunan (10 Juz), kitab nikah, dan kitab tentang macam-macam Unta dan kambing serta sifat dan umurnya.
5.                  Muhammad bin Abdullah bin Abdil hakam (wafat pada dzul qa’dah tahun 268 H). Beliau adalah penduduk Mesir yang tidak ada bandingannya. Imam Syafi’i (sangat) mencintai dan menyayanginya. (Namun) beliau meninggalkan Mazhab Syafi’i dan beralih pada mazhab Maliki karena Imam Syafi’i tidak menyuruh menggantikannya dalam khalaqah beliau. Di samping itu karena mazhab maliki adalah mazhab ayahnya.

B.     Pakaian Wanita Menurut Mazhab Syafi’i
Pakaian wanita menurut pandangan mazhab Syafi’i penekananya pada pakaian yang dikenakan wanita dalam hidup dan kehidupannya baik ia sebagai hamba Allah SWT. Maupun khalifah Allah di muka bumi.
Sebagai hamba Allah, wanita harus memperhatikan fungsi pakaian sesuai dengan aturan-aturan yang telah disyariatkan oleh Allah SWT. Dalam hal ini penyusun membatasi uraian tentang pakaian wanita hanya pada pelaksanaan ibadah shalat, walaupun ibadah-ibadah yang lain peranan pakaian sangat diperlukan. Begitu juga wanita sebagai khalifah Allah, pakaian yang dikenakannya sangat mempunyai peran dalam peranannya di sektor kehidupan bermasyarakat.
Oleh karena itu, untuk memudahkan dalam pembahasanya, penyusun mengklasifikasikan pakaian wanita dalam shalat dan di luar shalat.
1.                   Pakaian Wanita dalam Shalat
Ibadah shalat merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan bagi seluruh umat Islam, baik laki-laki maupun wanita yang sudah baligh, serta dalam kondisi sadar. Jika meninggalkannya tanpa ada sesuatu yang menghalanginya, dosa hukumnya.
Dalam pelaksanaanya, Islam memberikan aturan-aturan yang harus diperhatikan bagi muslim dan muslimah agar shalatnya sah dan dapat diterima oleh Allah SWT sehingga sempurna dan tidak mengulangi lagi.
Salah satu hal yang harus diperhatikan adalah persoalan pakaian, karena persoalan pakaian merupakan sarana untuk mencapai kesempurnaan shalat. Oleh karena itu, hendaklah dalam melaksanakan ibadah shalat memakai pakaian yang baik dan indah.
Imam Syafi’i mengatakan apabila umat islam hendak melaksanakan shalat supaya memakai baju atau yang menyurupainya artinya segala sesuatu yang dapat dipakai untuk menutupi auratnya.[1] Sebagaimana firman Allah SWT. Yang berbunyi.
* ûÓÍ_t6»tƒ tPyŠ#uä (#räè{ ö/ä3tGt^ƒÎ yZÏã Èe@ä. 7Éfó¡tB ………( ÇÌÊÈ

Artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid..
Dalam ayat ini menyuruh kepada kaum muslim dan muslimah untuk memakai “zinah” dikala hendak mengerjakan shalat. Maka zinah itu menurut imam Syafi’i adalah baju dan yang menyurupainya. Kemudian baju yang dikenankannya harus suci dari najis[2] baik najis mukhffafah, mughaladhoh maupun mutawasyithoh. Imam Syafi’i mengambil alasan dari hadis Rasulullah yang berbunyi :[3]
و أمر رسول الله صلى الله عليه وسلم يغسل دم حيض من الثوب
Artinya : ”Dan Rasulullah SAW memerintahkan untuk membersihkan darah haid dari pakaian”.
Di samping itu, yang paling penting dalam sholat yaitu menutup auratnya harus ditutupinya, karena menutup aurat merupakan syaratnya shalat. Oleh karena itu untuk menutup aurat itu, tentu membutuhkan pakaian.
Imam Syafi’i dalam hal ini berpendapat bahwa aurat wanita yang harus ditutup dalam shalat yaitu seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangannya[4]. Oleh karena itu bila dalam menjalankan atau melaksanakan shalat, pakaian yang dikenakan itu harus memenuhi syarat di atas.
Abi bakar bin Muhamad Syatha mengenai batas aurat yang harus ditutup ketika shalat, sama seperti Imam Syafi’i yaitu menutup seluruh anggota badannya selain muka dan kedua telapak tangannya[5]. Selanjutnya Abdurrahman menambahkan masalah menutup aurat di mana shalat seseorang tidak sah, bila auratnya terbuka sebagaimana yang diperintahkan untuk menutupinya. Kecuali bila tidak ada kemampuan untuk menutupinya[6]
Dalam mazhab Syafi’i disebutkan jika terbukanya aurat dalam shalat padahal ia mampu untuk menutupinya maka shalatnya tidak sah[7].
Dalam mazhab Syafi’i yang lain diterangkan juga bila aurat terbuka sewaktu dalam pertengahan shalat disertai dengan kemampuan untuk menutupinya, maka ada dua alternatif, yang pertama tidak batal atau sah bila terbukanya aurat itu tertiup angin, kemudian ditutup tanpa menggunakan gerakan yang banyak. Yang kedua batal atau tidak sah bila terbukanya buka disebabkan angin tetapi disebabkan oleh hewan atau anak yang belum mumayyis. Jadi pakaian yang dikenakan wanita dalam shalat kemudian terbuka sehingga auratnya kelihatan disebabkan angin kemudian ditutupi tanpa menggunakan gerakan yang banyak, maka shalatnya sah. Begitu juga sebaliknya terbukanya pakaian sebagai penutup aurat atau pakaian disebabkan oleh hewan atau anak yang masih kecil, batal shalatnya[8]
Kemudian mengenai pakaian yang dipakai sebagai penutup diwajibkan jangan sampai terlihat atau menampakkan kulitnya. Bahan pakaiannya harus pakaian yang tebal, atau pakaian kulit yang sudah disamak atau daun-daun dan lain-lain. Oleh karena itu bila penutupnya tipis sehingga menampakkan warna kulitnya maka tidak diperbolehkan dikarenakan tidak menghasilkan syarat sahnya shalat yaitu menutup aurat. Tentu saja hal ini sama saja tidak berpakaian[9]
Kemudian disunnahkan bagi wanita bila melaksanakan shalat dengan memakai tiga baju yang pertama Khimar untuk menutupi kepala, leher, yang kedua Dira’ untuk menutupi badan dan kedua kaki dan yang terakhir Milkhafah yang tebal yang menutupi bajunya.[10]
Kemudian mengenai pakaian atau penutup aurat tersebut bila terkena najis atau terbawa sesuatu yang najis maka shalatnya harus diulangi setelah najis yang ada dipakaiannya itu telah disucikan. Begitu juga dalam shalatnya bila terbawa anjing, babi, arak, darah atau kulit bangkai yang belum disamak baik jumlahnya sedikit atau banyak harus diulangi. Hal ini imam Syafi’i berdasarkan pada firman Allah Surat Al-Muddatsir : 4 yang berbunyi :
وثيابك فطهر
Artinya: “ Dan Sucikanlah pakaianmu”.

Ayat ini menunjukkan, bahwa imam Syafi’i menganjurkan dalam shalat supaya memakai pakaian harus bersih dari najis.
2.                  Pakaian Wanita Di Luar Shalat/Dalam Pergaulan Dengan Sesama
Dalam kehidupan sehari-hari, pakaian yang dikenakan wanita secara psikologis sangat memberikan pengaruh dalam pergaulan dengan orang lain. Karena pakaian yang dikenakan seseorang bisa menunjukkan kepribadian pemakainya.
Islam sangat memperhatikan dan menekankan persoalan pakaian ini dengan penekanan pada fungsinya yaitu diantaranya agar bisa berfungsi sebagai penutup aurat. Kerena aurat sebagaimana dijelaskan dalma bab di atas bila tidak ditutupi dengan pakaian akan mengakibatkan rasa tidak aman atau terjadi kekhawatiran munculnya fitnah atau akhlak yang buruk. Oleh karena itu Islam sangat mengatur dalam fungsi pakaian ini, bagaimana dalam kesendirian, sewaktu bertemu atau berhadapan degan sesama mukhrim atau tidak, dan bila berhadapan dengan wanita non muslim. Artinya batas auratnya sejauhmana bila berhadapan dengan mereka.
Menurut Imam Syafi’i, bila dihadapan laki-laki yang bukan muhrim, maka wajah dan telapak tangan wanita adalah aurat yang harus ditutupi. Sedangkan kalau di depan non muslimah atau wanita kafir adalah bukan aurat[11]. Dengan demikian, pakaian yang dikenakan wanita harus bisa menutupi auratnya tersebut.
Ulama Abi Bakar bin Muhammad Syatho dari mazhab Syafi’i mengatakan bahwa aurat wanita muslimah yang merdeka (bukan budak beliau) adalah seluruh tubuhnya bila dihadapan laki-laki lain (ajnabi). Kemudian bila dihadapan laki-laki lain (ajnabi). Kemudian bila dihadapan laki-laki muhrim dan juga pada waktu sendiri adalah anggota badan yang ada diantara pusar dan lututnya. Sedangkan bila dihadapan wanita-wanita non muslimin maka auratnya adalah seluruh anggota badanya yang tidak tampak pada waktu sibuk[12] .
Kemudian maksud dari pakaian wanita di luar shalat adalah pakaian yang dikenakan wanita dalam pergaulan antara manusia satu dengan manusia lainnya. Dalam hal ini, baik hubungannya di dalam rumah atau di luar rumah yang bertemu dengan bermacam-macam manusia, apakah sebagai kerabat dekat/muhrim disebabkan nasab, pernikahan, atau muhrim sebab sepersusunan, atau dengan selaian muhrim, maka pakaian yang dipakainya mempunyai peran yang sangat penting.
Peran di sini memiliki batasan-batasan yang berbeda-beda jika bersinggungan dengan macam-macam manusia sebagaimana yang disebutkan di atas.
Fungsi pakaian yang telah diterangkan di atas yakni menutup aurat. Kemudian yang menjadi perbincangan yaitu mengenai batas-batas aurat tersebut.
Para ulama mengaitkan masalah aurat wanita dengan nash Al Qur’an surat (7) : 31, (24) : 31, di antaranya ialah Asy Syaukani dalam nailul authar dan wahbab az Zuhaili dalam al Fiqhul Islam demikian juga Ibnu Rusdy dalam bidayatul Mujtahid mengaitkan lagi dengan surat (33) : 59. Ayat-ayat ini menyuruh para wanita muslimah supaya memakai jilbab yang menutup seluruh badannya kecuali wajah dan telapak tangan dan membelitkan kerudungnya melingkar ke leher sampai ke dada, sehingga leher sebelah depan maupun belakang tidak tampak.



[1] Abu Abdillah Muhammad bin Idris asy Syafi’i, Al Umm,Juz I, (Kairo: Kitab ays-Sya’ab, 1968), hal. 88.

[2]  Ibid.

[3]  Ibid.

[4] Abu Abdillah Muhammad bin Idris asy-Syafi’I, Al-Um, (Kairo.: Kitab asy-Sya’ab, 1968,I:91

[5] Arbi Bakar bin Muhamad Syatha, I’anath at talibin, Cet.II, (Semarang: ,t.t), hlm.113.

[6] Al-Jaziri Abd. Ar-Rahman, Al-Fiqh ‘Ala al-Mazahib al-Arba’ah, (Beirut : t.t.), hal. 188.

[7] Syekh Imam al-Zuhdi, Al-Muhazzhab, Juz I (Mesir : Isa al Babi al Halabi wa Syurakahu, t.t.), hal. 64.

[8] Ibid
[9] Syekh Imam Zuhdi, Al-Muhazzab, (Mesir : Isa al-Babi al Halabi waSyurakahu, t.t.), hal.64

[10] Ibid, hal.65

[11] Abu Abdillah Muhamad bin Idris asy Syafi’I, Al Umm, Juz I (Kairo: Kitab asy Sya’ab,1968), hlm.89

[12]  Abi Bakar bin Muhammad Syatho, I’anath ath Thalibin, cet. II, hal.113

TATA CARA MENTAJHIZKAN MAYAT


TATA CARA MENTAJHIZKAN MAYAT

Tanda-tanda seseorang telah meninggal

v  Pelipis sudah kencup
v  Kedua telapak tangan dan kakinya terbuka ( tidak tegak)
v  Mulutnya terbuka.
v  Tulang punggungnya sudah rata.
v  Urat nadi tidak lagi bekerja

Tindakan pertama sesudah meninggal

ü  Membuka seluruh pakaianny, kemudian diganti dengan kain bersih
ü  Membersihkan dan menyucikan mayat dari kotoran, serta memindahkan mayat ketempat bersih.
ü  Meletakkan sesuatu benta yang agak berat diatas perutnya agar perutnya tidak kembung.
ü  Meletakkan mayat di atas tempat yang tidak lembab.
ü  Mengkusuk / Mengurut seluruh persendian / pergelangan mayat agar tidak kaku dan supaya mudah untuk dimandikan.
ü  Memberi tahu kepada ahli famili dan warga kampung.

Bahan-bahan yang perlu dipersiapkan

  • Kain kafan, kain basahan, kain penampung air mayat, (Kajang aye), kain pembersih (perca) dan sarung tangan serta penumbat zubur mayat, kain persalinan (lapek gantoe), kain lapik kerenda, kain pembungkus kerenda, selembar tikar, papan pembuat kerenda, air, tanah (jika diperlukan), tempat pemandian dan bantal.
  • Kapas, kapur, cendana, jeruk purut, bunga, daun sadar dan seumpamanya, kemenyan, minyak wangi, sabun, Dll.
  • Batang pisang untuk penahan mayat ketika dimandikan, dan gayung.



KAFIAT MEMANDIKAN MAYIT



  1. yang sebagusnya kita memandikan mayit ditempat yang sunyi seperti didalam kamar dan ditutup dengan kain
  2. diletakan diatas ranjang, dengan keadaan tinggi agar tidak tergenang air dibawahnya
  3. selanjutnya kita letakkan mayit didalam pangkauan agak condrong kebelakang dengan menyandarkan punggung pada lutut yang kanan sedangkan tangan yang kanan memegang lehernya, sementara tangan yang kiri mengusap-ngusap perut agar keluar kotoran,
  4. seterusnya baru kita siramkan dengan air yang banyak dengan meniatkan memandikan mayit adapun lafaz memandikan mayit yaitu

نو يت الغسل لهذه الميتة فرض الكفا ية الله تعا لي
  1. kemudian mayit dibaringkan seperti semula dan kita bersihkan seperti kubul dan duburnya dengan secarik kain kafan lebih baik lagi sehelai untuk kubul dan sehelai untuk dubur dengan niat
Doa setelah istinjak
اللهم طهر فبله من النفاف وحصن فرجه من الفواحش
  1. Sesudah membersihkan tangan, lalu kita ambilkan yang lain sebagai pembalut untuk membersihkan mulut dengan mengosok-gosokkan gigi dengan telunjuk dan hidung juga dibersihkan  sebagaimana layaknya orang hidup. Disaat melakukannya kepala mayat diangkat sedikit supaya tidak masuk air, karena pada saat itu mayat perlu untuk disiram.
  2. Kemudian di wudhukkan seperti wudhuknya orang yang masih hidup.
  3. lalu dibasuh kepala dan jenggotnya dengan air daun sadar/ limau perut, kemudian dirapikan rambut dan jenggotnya dengan sisir yang tidak terlalu rapat. Hal ini dilakukan dengan lemah lembut dan bagi mayat yang bukan orang ihram, kalau ada rambut yang rontok maka dimasukkan ke dalam kain kafan
  4. kemudian dimandikan simayit dengan air sembilan caranya sbb.
·         Dibalikkan simayit kesebelah dan disiramkan badannya yang sebelah kanan dan kepala sampai ketumit tiga kali dengan mengadukan kapur sedikit saja dengan membaca……
غفرنك يا الله ربنا و اليك المصير.
·         Kemudian dibalikkan simayit kesebelah kanan dengan disiramkan badannya yang sebelah kiri dari kepala samapai ketumit dengan membaca………………………
غفرنك يا رحمن ربنا و اليك المصير
·         Kemudian ditelentangkan simayit dengan lurus lalu disiramkan air sebanyak tiga kali dari kepala sampai ketumit dengan membaca……………………………….
غفرنك يا رحيم ربنا و اليك المصير
·         Sesudah dimandikan dituliskan pada kening (Dahi) mayit dengan air liur dengan tulisan jari telunjuk………..
بسم الله اللهم صلي علي سيد نا محمد
Disambung dengan bacaan…………………….
لا ا له ا لا الله وحد ه لا شريك له, له الملك و له الحمد يحي و يميت وهو علي كل شيء قدير
o   Disunatkan menambah sedikit air kapur barus kedalam air yang akan dimandikan mayat dengan cara diatas.
o   Jangan lupa air yang ada di tubuh mayat dibersihkan / di lap sampai kering.









KAIFIAT  MENGKAFANKAN MAYAT

  1. Yang lebih afdhal mayat laki-laki di kafankan dengan tiga (3) helai pakaian yang putih, sedangkan untuk perempuan lima (5) helai.
Sewaktu merobek kain kafan dibaca do'a
اللهم اجعل لبا سه عن الكريم و ا د خله يا ا الله تعالي ترحمتك الجنة يا ار حم الرحمين
Kepada laki-laki kalau dikafankan, boleh juga dengan lima (5) helai kain kafan.Jangan lupa disediakan kain pengikat mayat, kain pembersih qubul (dubur) dan kain pembersih lubang-lubang yang terdapat pada badan.
Cara mengkafankan mayat dengan tiga helai kain sbb:
Diasapkan ketiga helai kain tersebut dengan kemenyan, kita hamparkan kain tersebut satu persatu.Tiap-tiap bentangan kain kita taburkan wewangian, kemudian diletakkan mayat diatas kain tersebut.
Pada mayat tersebut kita taburkan wangi wangian dan pada semua yang berongga atau berlubang kita bersihkan dengan kapas yang dilumuri dengan wangian juga termasuk dubur dan diikatkan kedua buah punggungnya dengan kain, kemudian dilipatkan satu persatu kain tersebut mulai dari sebelah kiri kemudian kain yang sebelah kanan, kemudian diikatkan ujung kepala dan ujung kaki / dimana yang diperlukan.

Cara mengkafankan mayat dengan lima helai sbb :
A.    Bagi kaki
 Tiga lembar dihamparkan sama seperti di atas ditambah satu helai baju kamis dan satu helai untuk surban.

B.     Bagi Wanita.
Dua lembar dihamparkan sama seperti di atas ditambah satu helai kain sarung, satu helai uintuk baju khamis dan satu helai lagi selengkung.

KAIFIAT SEMBAHYANG
  1. Bagi mayat laki-laki, seorang imam disunatkan berdiri pada kepala simayat ( Pas didepan kepala simayat ).
  2. Dan bagi mayat perempuan disunatkan bagi seorang imam berdiri dipinggang simayat.


KAFIAT MENGUBURKAN MAYAT
  1. .Sekurang - kurang kubur yaitu kadar untuk menghalangi baud an penggalian dari binatang. Disunatkan kuburnya di perluas dan di perdalam dan digali sedalam 4 – 3,5 hasta, lebih batk gi lahatkan ketimbang dt salamkan di tengah kubur bila tanahnya keras. Namun bila tanahnya gembur seperti berpasir yang lebih yang sebaliknya.
  2. .Sesempainya mayat di dalam kubur, selanjutnya diletakkan kepala mayat di kaki kubur, lalu di masukkan kaki terlebth dahulu dengan pelan – pelan di dalam; dan yang menyambut mayat tersebut laki – laki walau pun mayatnya perempuan. Dengan niat sbb :
بسم الله وعلي ملة رسول الله صلي الله عليه وسلم
  1. .Disunatkan Azan sewaktu menurunkan mayat
  2. .Diwajibkan mayat di letakkan menghadap kiblat dan di sunatkan di letakkan pada lubang sebelah kanan. Sesudah di buka bahagian pipi sebelah kanan mayat ketanah dan bagi orang yang berdiri di samping kubur di sunatkan untuk mengambil tiga genggam tanah.
    1. pada genggam pertama di baca
منها خلقنا كم اللهم لقنه عند المساْ لة حجة
    1. pada genggam kedua di baca
و فيها نعيد كم اللهم افتح ابواب السماء لروح
    1. pada genggam ketiga di baca
و منها نخرجكم تا رة اخري اللهم جا ف ا لارض عن جثته
Dan tanah tersebut di masukkan dalam kubur.
a)      .’Doa tanam batu
اللهم جعل هذا الحجر رحمة و تسبيحا لآهل القبور
b)      .Doa tanam kayu ;
اللهم جعل هذا الشجر رحمة و فضلا وا سعا في قبره يا ارحم راحمين
  1. Disunatkan  untuk mentalkinkan  si mayat dengan posisi imum membelakangi kiblat.